Jumat, 03 Juni 2016

Konflik Dan Negosiasi

2.1. Defenisi Konflik
 Konflik berasal dari bahasa latin (configere) yang artinya saling memukul. konflik juga bisa diartikan dalam sosiologis yang artinya proses antara 2 orang atau lebih bisa (kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menghancurkannya atau membuat tidak berdaya.
Konflik didefinisikan sebagai sebuah proses yang dimulai ketika satu pihak memiliki persepsi bahwa pihak lain telah memengaruhi secara negative, atau akan memengaruhi secara negative, sesuatu yang menjadi kepedulian atau kepentingan pihak pertama. Conflict can be defined (Thomas K.A.)1 as the “process that begins when one party perceives that another party has negatively affected something that the first party cares about.” Hal ini menggambarkan satu titik dalam kegiatan yang sedang berlangsung ketika sebuah interaksi “berubah” menjadi suatu konflik antar pihak.
Berikut ialah defenisi konflik menurut para ahli:
Lewis a. Coser : adalah perselisihan mengenai nilai nilai atau tuntutan-tuntutan berkenaan dengan status, kuasa dan sumber sumber kekayaan yang persediaannya. terbatas.
Leopod Von Wiese :suatu proses sosial dimana orang perorangan atau kelompok manusia berusaha untuk memenuhi apa yang menjadi tujuannya dengan jalan menentang pihak lain disertai dengan ancaman dan kekerasan.
R.J. Rummel :konfrontasi kekuasaan atau kekuatan sosial.
Duane Ruth-hefelbower :adalah kondisi yang terjadi ketika dua pihak atau lebih menganggap ada perbedaan posisi yang tidak selaras, tidak cukup sumber dan tindakan salahsatu pihak menghalangi, atau mencampuri atau dalam beberapa hal membuat tujuan pihak lain kurang berhasil.
2.2. Transisi atau perkembangan tentang pemikiran konflik
Pandangan tradisional, bahwa konflik telah menyatakan bahwa konflik membahayakan dan  harus dihindari, bahwa konflik menandakan adanya kesalahan fungsi dalam kelompok. Konflik dilihat sebagai hasil disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurangnya keterbukaan dan kepercayaan antar orang – orang, dan kegagalan pada manajer untuk tanggap dalam kebutuhan dan aspirasi karyawan. Oleh karena itu konflik harus dicegah dan dihindari sebisa mungkin dengan mencari akar permasalahan.
Pandangan hubungan manusia, mengemukakan bahwa konflik adalah hasil yang wajar dalam semua kelompok dan organisasi dan tidak terelakkan dalam setiap kelompok dan bahwa itu tidak perlu dianggap buruk, melainkan sebaliknya berpotensi menjadi kekuatan positif dalam menetapkan kinerja kelompok.
Pandangan interaksionis, bahwa konflik tidak hanya dapat menjadi kekuatan positif dalam kelompok tetapi juga sebagai eksplisit beragumen bahwa mutlak diperlukan sejumlah konflik agar kelompok dapat berkinerja secara efektif dan mendorong konflik atas dasar bahwa kelompok yang kooperatif, tenang, damai, dan serasi cenderung menjadi statis, apatis, dan tidak tanggap terhadap kebutuhan akan perubahan dan inovasi.
Konflik Fungsional vs Disfungsional
Pandangan interaksionis tidak berpendapat semua konflik adalah baik. Ditinjau dari segi fungsinya, ada dua jenis konflik, yaitu:
1.Konflik Fungsional (Konstruktif) adalah konflik yang memiliki nilai positif bagi pengembangan organisasi.
2.Konflik Disfungsional (Destruktif) adalah konflik yang memiliki nilai negative bagi organisasi.
2.3. Jenis dan proses konflik
1. Jenis-jenis konflik yaitu:
a. Konflik tugas adalah konflik atas isi dan sasaran pekerjaan.
b. Konflik hubungan adalah konflik berdasarkan hubungan interpersonal.
c. Konflik proses adalah konflik atas cara melakukan pekerjaan.

Tingkat konflik
Kemungkinan dampak pada organisasi
Organisasi yang memiliki karakter
Tingkat kinerja organisasi
Stuasi I
Rendah atau tidak ada
disfungsional
Adaptas lambat terhadap perubahan
Sedikit perubahan
Stimulasi gagasan yang minim
Apati
Stagnasi
Rendah
Stuasi II
Optimal
Fungsional
Gerakan positif ke perubahan
Inovasi dan perubahan
Mencari solusi perubahan
Kreativitas dan Adaptasi yang cepat terhadap perubahan lingkungan
Tinggi
Stuasi III
Tinggi
Disfungsional
Gangguan berat
Menggangu aktivitas
Sulit berkkoordinasi
Kekacauan
Rendah

 2.      Proses konflik Proses konflik terdiri atas lima tahap: potensi oposisi atau ketidakcocokan, kognisi dan personalisasi, maksud, perilaku, hasil.

 

TAHAP I : POTENSI OPOSISI ATAU KETIDAKCOCOKAN
Langkah pertama dalam proses konflik adalah adanya kondisi (syarat) yang menciptakan kesempatan untuk kemunculan konflik itu. Kondisi itu tidak selalu mengarah ke konflik, tetapi salah satu kondisi itu perlu agar konflik itu muncul. Kondisi ini (yang dapat dipandang juga sebagai penyebab atau sumber konflik) juga bisa dianggap sebagai sebab atau sumber konflik kedalam tiga kategori umum : variabel, komunikasi, struktur, dan pribadi.
Komunikasi
Potensi Konflik meningkat apabila terdapat terlalu sedikit komunikasi atau terlalu banyak komunikasi. Saluran yang dipilih dapat merangsang oposisi. Proses penyaringan yang terjadi ketika informasi disampaikan para anggota dan penyimpangan komunikasi dari saluran formal atau yang sudah ditetapkan sebelumnya menawarkan potensi kesempatan bagi timbulnya konflik.
Struktur
Struktur dalam konteks ini digunakan dalam artian yang mencakup: ukuran (kelompok), derajat spesialisasi yang diberikan kepada anggota kelompok, kejelasan jurisdiksi (wilayah kerja), kecocokan antara tujuan anggota dengan tujuan kelompok,dan gaya kepemimpinan. Makin besar kelompok, dan makin terspesialisasi kegiatannya, maka semakin besar pula kemungkinan  terjadinya konflik.
Variabel Pribadi
Sistem nilai yang dimiliki tiap-tiap individu, karakteristik kepribadian yang menyebabkan individu memiliki keunikan (idiosyncrasies) dan berbeda dengan individu yang lain.
TAHAP II : KOGNISI DAN PERSONALISASI
Tahap ini penting karena dalam tahap inilah biasanya isu-isu konflik didefinisikan. Pada tahap ini pula para pihak memutuskan konflik itu tentang apa. Konflik yang dipersepsi adalah kesadaran oleh satu atau lebih pihak akan adanya kondisi-kondisi yang menciptakan peluang munculnya konflik. Konflik yang dirasakan adalah keterlibatan dalam sebuah konflik yang menciptakan kecemasan, ketegangan, frustasi atau rasa bermusuhan. Jadi definisi konflik itu penting, karena lazimnya definisi itu menggambarkan perangkat penyelesaian yang mungkin.
Apabila pada tahap I muncul kondisi yang negatif, maka pada tahap ini kondisi tersebut didefinisikan, sesuai persepsi pihak yang berkonflik.
Konflik yang dipersepsikan : kesadaran satu pihak atau lebih atas adanya konflik yang menciptakan peluang terjadinya konflik
Konflik yang dirasakan : keterlibatan emosional saat konflik yang menciptakan kecemasan, ketegangan, frustasi, atau kekerasan.
TAHAP III : MAKSUD
Maksud (niat) adalah keputusan untuk bertindak dengan cara tertentu. Banyak konflik semakin rumit karena salah satu pihak salah dalam memahami maksud pihak lain. Di sisi lain, biasanya ada perbedaan yang besar antara maksud dan perilaku, sehingga perilaku tidak selalu mencerminkan secara akurat maksud seseorang.
Persaingan : keinginan memuaskan kepentingan seseorang, tidak mempedulikan dampak pada pihak lain dalam konflik tersebut.
Kolaborasi : situasi yg di dalamnya pihak - pihak yang berkonflik sepenuhnya saling memuaskan kepentingan semua pihak.
Penghindaran : keinginan menarik diri dari konflik
Akomodasi : kesediaan satu pihak dalam konflik untuk memperlakukan kepentingan pesaing di atas kepentingannya sendiri.
Kompromi : satu situasi yang di dalamnya masing - masing pihak yang berkonflik bersedia mengorbankan sesuatu.
TAHAP IV : PERILAKU
Pada tahap inilah konflik mulai terlihat jelas. Tahap perilaku ini meliputi pernyataan, aksi, dan reaksi yang dibuat oleh pihak-pihak yang berkonflik. Perilaku konflik ini biasanya merupakan upaya untuk menyampaikan maksud dari masing-masing pihak.
Apabila konflik disfungsional terjadi harus diredakan dengan manajemen konflik. Manajemen Konflik adalah penggunaan teknik – teknik resolusi dan stimulasi untuk memperoleh level konflik yg diinginkan.
Model Diagnosis Konflik Pandangan Kontinum dari Leonard Greenhalgh
Menurut Greenhalgh (1999:391), konflik bukanlah suatu fenomena yang obyektif dan nyata, tetapi ia ada dalam benak orang-orang yang terlibat dalam konflik tersebut. Karena itu untuk menangani konflik, seseorang perlu bersikap empati, yaitu memahami keadaan sebagaimana yang dilihat oleh para pelaku penting yang terlibat konflik. Unsur yang penting dalam manajemen konflik adalah persuasi, dan inilah bentuk penyelesaian konflik yang selalu ditekankan oleh Greenhalgh dalam model kontinumnya.
TAHAP V : HASIL
Jalinan aksi-reaksi antara pihak-pihak yang berkonflik menghasilkan konsekuensi.  Konsekuensi atau akibat ini bisa saja bersifat fungsional atau disfungsional. Dikatakan bersifat fungsional ketika konflik tersebut justru menghasilkan perbaikan kinerja kelompok, sedangkan disfungsional adalah ketika konflik tersebut menjadi penghambat kinerja kelompok.


2.4. Teknik pemecahan konflik
Teknik pemecahan konflik
Pemecahan masalah
Pertemuan tatap muka pihak-pihak yang berkonflik untuk mengidentifikasi masalah dan menyelesaikannya melalui diskusi terbuka
Tujuan superordinat
Menetapkan tujuan bersama yang tidak dapat dicapai tanpa kerja sama dari setiap pihak yang berkonflik
Ekspansi sumber daya
Ketika sebuah konflik timbul karena kelangkaan sumber daya (uang,promosi,kesempatan,ruang kantor) ekspansi sumber daya dapat menciptakan solusi yang saling menguntungkan
Penghindaran
Penarikan diri dari, atau penyembunyian, konflik
Memperhalus
Meminimalkan perbedaan sembari menekankan kepentingan bersama di antara pihak-pihak yang berkonflik
Berkompromi
Masih masing-masing pihak yang berkonflik menyerahkan sesuatu yang bernilai
Perintah otoratif
Manajemen menggunakan wewenang formalnya untuk menyelesaikan konflik dan kemudian menyampaikan keinginannya kepada pihak-pihak yang terlibat
Mengubah variabel manusia
Menggunakan teknik-teknik perbuahan perilaku seperti pelatihan hubungan insani untuk mengubah sikap dan perilaku yang menyebabkan konflik
Mengubah variabel struktural
Mengubah struktur organisasi formal dan pola-pola interaksii dari pihak-pihak yang berkonflik melalui rancang ulang pekerjaan, pemindahanm penciptaan posisi koordinasi, dan sebagainya.
Teknik peransangan konflik
Komunikasi
Menggunakan pesan-pesan ambigu atau yang sifatnya mengancam untuk menaikkan tingkat konflik
Memasukkan orang luar
Menambahkan karyawan ke suatu kelompok dengan latar belakang, nilai-nilai, sikap, atau gaya manajerialnya berbeda dari anggota-anggota yang ada sekarang
Restrukturisasi organisasi
Menata ulang kelompok-kelompok kerja, mengubah aturan dan ketentuan, meningkatkan kesalingketergantungan, dan membuat perubahan struktural yang diperlukan untuk menggoyang status quo
Mengangkat oposisi
Menunjuk seorang pengkritik untuk secara sengaja mendebat posisi mayoritas yang digenggam oleh kelompok



Hasil Fungsional, konfik dapat menjadi suatu penggerak yang meningkatkan kinerja kelompok. Konflik bersifat konstruktif ketika hal tersebut memperbaiki kualitas keputusan, merangsang kreativitas dan inovasi, mendorong minat dan keingintahuan di antara anggota-anggota kelompok, menyediakan media atau sarana untuk mengungkapkan masalah dan menurunkan ketegangan, serta menumbuhkan suasana yang mendorong evaluasi diri dan perubahan. Selain itu, heterogenitas antaranggota kelompok dan organisasi dapat meningkatkan kreativitas, memperbaiki kualitas keputusan dan memfasilitasi perubahan dengan cara meningkatkan fleksibilitas anggota.
Hasil Disfungsional, konflik dapat menghambat kinerja dari sebuah kelompok. Di antara konsekuensi-konsekuensi yang tidak diharapkan tersebut, terdapat lambannya komunikasi, menurunnya kekompakan kelompok, dan subordinasi tujuan kelompok oleh dominasi perselisihan antaranggota. Yang lebih ekstrem, konflik dapat menghentikan kelompok yang sedang berjalan dan secara potensial mengancam kelangsungan hidup kelompok.
2.5. Defenisi Negosiasi/Perundingan
Sedangkan defenisi dari Perundingan atau negosiasi merupakan proses yang di dalamnya dua pihak atau lebih bertukar barang atau jasa dan berupaya menyepakati tingkat kerjasama tersebut bagi mereka.perundingan atau negosiasi mewarnai interaksi hampir semua orang dalam kelompok dan organisasi. Contoh yang jelas antara lain adalah: tawar-menawar serikat buruh dengan manajemen. Contoh yang kurang jelas: manajer berunding dengan bawahan , rekan sekerja dan atasan.Kita mendefinisikan negosiasi sebagai proses diman dua pihak atau lebih berukar barang atau jasa dan berupaya menyepakati nilai barang atau jasa tersebut.
Defenisi Negosiasi menurut Robbins (2008) menyimpulkan bahwa negosiasi ialah sebuah proses dimana dua belah pihak atau lebih melakukan pertukaran barang atau jasa dan berupaya untuk menyepakati nilai tukarnya.
Dari defenisi di atas dapat di simpulkan bahwa negosiasi adalah suatu upaya yang di lakukan antara pihak-pihak yang berkonflik dengan maksud mencari jalan keluar untuk menyelesaikan pertentangan yang sesuai kesepakatan bersama.
2.6. Pendekatan negosiasi
Terdapat dua pendekatan umum atas perudingan: tawar menawat disrtibutif dan tawar-menawar integratif. Keduanya diperbandingkan dalam peraga 14-5.
Tawar-menawar distributif  ialah negosiasi yang berupaya membagi sumberdaya yang jumlahnya tetap; stuasi menang-kalah. Ciri khas dari  tawar menawar distributif  adalah bahwa tawar-menawar itu berjalan pada kondisi menang kalah. Artinya, setiap apa yang saya dapatkan  adalah atas pengorbanan anda, dan sebaliknya. Ketika melakukan tawar-menawar distributif , taktik seseorang di fokuskan pada upaya memaksa lawannya menyetujui titik sasaran spesifikasinya atau sedekat mungkin dengan titik itu. Contoh taktik itu  adalah meyakinkan lawan anda mengenai mustahilnya mencapai titik sasaran dia dan keuntungan dari menerima penyelesaian di titik sasaran anda.
Tawar menawar integratif merupakan perundingan yang mencari satu penyelesaian atau lebih yang dapat menciptakan penyelesaian menang-menang. Kontras dengan tawar menawar distributif, pemecahan masalah integratif berjalan dengan asumsi bahwa terdapat satu atau lebih penyelesaian yang akan menciptakan solusi menang-menang.dari segi perilaku intraorganisasi, jika semua hal yang berkedudukan sama, tawar menawar integratif lebih di sukai daripada tawar-menawar distributif. Mengapa? Karena yang pertama membina hubungan jangka panjang dan mempermudah kerjasama di masa depan. Tawar menawar integratif mengikat para perunding dan memungkinkan masing-masing menginggalkan meja perundingan dengan perasaan mendapatkan kemenangan.

Peraga 14-5 tawar menawar distributif versus integratif
Ciri tawar menawar
Ciri tawar menawar distributif
Ciri tawar menawar integratif
Sumberdaya yang tersedia
Jumlah  Sumberdaya tetap dan harus di bagi
Jumlah sumberdaya variabel harus di bagi
Motivasi primer
Saya menang, anda kalah
Saya menang, anda menang
Kepentingan primer
Saling menentang
Mengerucut dan sama sebangun antara satu orang dengan lainnya
Fokus hubungan
Jangka pendek
Jangka panjang
Sumber: di dasarkan pada R. J. Lewicki dan J. A.Litterer, Negosiasi (Homewood llliois: Irwin. 1985) hal 280
2.7. Proses Perundingan
 
Persiapan dan Perencanaan
Sebelum anda mulai berunding, anda perlu menyelesaikan pekerjaan rumah, apakah sifat dasar dari konflik itu, bagaimana sejarah yang memicu perundingan ini?siapa yang terlibat dan bagaimana mereka mempresepsikan konflik itu?
Defenisi dan aturan-aturan dasar
Setelah anda menyelesaikan perencanaan anda dan menyusun suatu strategi  anda siap menetapkan aturan-aturan dasar dan prosedur dengan pihak lain mengenai perundingan itu sendiri. Siapa yang akan melakukan perundingan? Dimana akan diadakan? Apakah waktu akan menjadi kendala?terbatas pada persoalan apakah perundingan itu akan diadakan?pada tahap ini, pihak-pihak itu juga akan mempertukarkan usulan atau tuntutan awal mereka.
Penjelasan dan pembenaran
Bila pendirian awal telah di pertukarkan, anda dan pihak lain akan menerangkan, menegaskan, memperjelas, memperkuat, dan membenarkan permintaan asli anda. Ini tidak selalu bersifat konfrontasional.sebaliknya ini merupakan kesempatan saling mendidik dan memberi informasi mengenai persoalan, mengapa persoalan itu penting dan bagaimana cara masing-masing pihak menghasilkan permintaan awal mereka. Inilah titik dimana anda mungkin berkeinginan memberikan pihak lain setiap catatan yang membantu mendukung posisi anda.
Tawar-menawar dan pemecahan masalah
Hakikat proses perundingan ialah proses aktual memberi dan menerima sebagai upaya memperbincangkan persetujuan, tidak di ragukan disinilah kompromi perlu di buat oleh kedua belah pihak
Penutupan dan implementasi
Langkah terakhir dalam proses perundingan ialah memformalkan persetujuan yang telah di wujudkan dan menyusun setiap prosedur yang di perlukan untuk pelaksanaan dan perundingan serikat buruh-manajemen, tawar menawar mengenai persyaratan sewa,sampai pembelian sebidang real astat, sampai ke perundingan tawaran pekrjaan untuk posisi menajemen senior perundingan ini akan memerlukan pengesahan hal-hal spesifik ke dalam kontrak formal. Tetapi untuk sebagian besar kasus, penutupan proses perundingan tidak lebih formal daripada jabat tangan.
2.8. Isu-isu dalam perundingan
Kita menutup pembahasan mengenai perundingan dengan meninjau ulang empat persoalan kontemporer dalam perundingan: peran ciri kepribadian , perbedaan jenis kelamin dalam perundingan, dampak perbedaan budaya pada gaya perundingan, dan penggunaan pihak ketiga untuk membantu menyelesaikan perbedaan.
Peran ciri kepribadain dalam perundingan
Penilaian keseluruhan atas hubungan antara  kepribadian perundingan, menemukan bahwa ciri dari kepribadian tidak mempunyai dampak langsung yang mencolok baik pada proses tawar menawar maupun pada hasil perundingan. Kesimpulan ini penting, kesimpulan ini mengemukakan bahwa anda harus berkonsentrasi pada persoalan dan faktor situasi dalam setiap episode tawar menawar dan bukan pada kepribadian lawan anda.
Perbedaan jenis kelamin dalam perundingan/negosiasi
Bukti mengemukakan bahwa sikap wanita terhadap perundingan dan terhadap diri mereka sendiri sebagai juru runding tampak nya agak berbeda dari sikap seorang pria. Wanita manajerial menunjukan kepercayaan diri lebih rndah dalam antisipasi perundingan dan kurang puas dengan kinerja mereka sesudah proses itu rampung, meskipun sesungguh nya kenerja dan hasil yang mereka capai sama dengan apa yang telah di capai oleh pria.kesimpulan terakhir ini mengungkapkan bahwa wanita mungkin terlalu menghukum dirinya sendiri jika tidak bisa bergabung dalam perundingan-perundingan ketika tindakan tersebut merupakan kepentingan terbaik mereka.
Perbedaan budaya dalam perundingan
Walaupun tampaknya tidak ada hubungan langsung yang berarti antara kepribadian dan gaya runding individu, latar belakang budaya tampaknya justru relevan. Gaya runding jelas lebih beraneka ragam di antara budaya-budaya nasional.konteks budaya dari perundingan sangat mempengaruhi jumlah dan tipe persiapan tawar menawar , tekanan relatif pada gubungan tugas lawan antarpribadi, taktik yang di gunakan bahkan kapan perundingan itu hendaknya di jalankan.
Perundingan pihak ketiga
Sampai titik inikita telahmembahas tawarmenawar dalam perundingan langsung. tetapi kadang-kadang individu atau wakil kelompok mencapai jalan buntu dan tidak mampu menyelesaikan perbedaan mereka melalui perundingan langsung. Dalam kasus semacam itu mereka mungkin berpaling ke pihak ketiga untuk membantu mereka menemukan penyelesaian. Terdapat empat peran mendasar pihak ketiga: mediator (penengah), afbitrator (wasit), konsiliator (perujuk), dan konsultan.
Mediator ialah pihak ketiga netral yang mengasilitasi penyelesaian perundingan dengan menggunakan penalaran dan persuasi, menyarankan alternatif dan semacamnya.mediator secara luas digunakan dalam perundingan serikat buruh manajemen dan dalam pertikaian pengadilan perdata.
Arbitator merupakan pihak ketiga yang mempunyai wewenang memaksakan kesepakatan. Abitrasi dapat bersifat sukarela (diminta) atau wajib (dipaksakan pada pihak-pihak oleh undang-undang atau kontrak).
Otoritas atas wewenang arbitrator itu beraneka ragam merurut aturan yang di tentukan olah para peruding. Misalnya arbitrator mungkin terbatas pada memilih tawaran terakhir atas salah satu perundingan atau pada menyarankan titik persejuan yang tidak mengikat atau bebas memilih dan membuat setiap pertimbangan yang dia inginkan. Kelebihan dari abitrasi bila di bandingkan dengan mediasi ialah bahwa abitrasi selalu menghasilkan penyelesaian.
Konsiliator merupakan pihak ketiga yang terpercaya yang berperan sebagai pengubung komunikasi informal antara perunding dengan lawannya.
Perujukan digunakan secara luas dalam segketa internasional, perburuhan, keluarga dan komunitas.membandingkan efektifitasnya dengan mediasi ternyata sulit karena keduanya banyak sekali mengalami tumpang tindih. Dalam perakteknya lazimnya perujuk lebih dari sekedar menjalankan komunikasi. Mereka juga melakukan pencarian fakta, penafsiran pesan dan pembujukan terhadap mereka yang bersengketa untuk mencapai kesepakatan.
Konsultan adalah pihak ketiga yang terampil dan tidak berat sebelah yang berupaya memudahkan pemecahan masalah melalui komunikasi dan analisis yang di bantu dengan pengetahuannya mengenai manjemen konflik. Kontras dengan peran-peran diatas, peran konsultan tidaklah untuk menyelesaikan persoalan tetapi, lebih keperbaikan hubungan antara pihak-pihak yang berkonflik sehingga mereka dapat mencapai penyelesaiannya sendiri.

Rabu, 25 Mei 2016

TEAMWORK


Team Work adalah suatu bentuk kerja sama dalam beberapa sumber daya manusia, berasal dari latar belakang yang berbeda, kedudukannya sama, dan eksis dalam berorganisasi atau perkantoran untuk menjalankan komitmen dan meraih tujuan yang sama.

 Di awali dengan sebuah cerita tentang kelinci dan kura-kura


Di suatu masa di suatu dimensi, kura-kura berdebat dengan kelinci mengenai siapa yang lebih cepat.

   Akhirnya mereka memutuskan untuk adu lari dan sepakat jalurnya. Kelinci
melesat meninggalkan kura-kura. Setelah tahu kura-kura tertinggal jauh di belakang, kelinci memutuskan untuk beristirahat sejenak sebelum lanjut lagi,
"Ah, gue istirahat dulu, ntar klo si kura-kura dah deket baru gue lari lagi.". Kelinci duduk di bawah pohon (gak di atas pohon karena kelinci gak bisa manjat) dan akhirnya tertidur pules.

   Kura-kura akhirnya melalui kelinci yang sedang tertidur dan memenangkan adu lari. Akhirnya kelinci pun terbangun dan menyadari dirinya telah kalah.

*Pesan Moral :
1.      Konsisten akan menghasilkan hal yang baik
2.      Slow and steady wins the race

   Karena malu dan kecewa yang mendalam, kelinci melakukan Antisipasi Kegagalan (Root Cause Analysis). Ia yakin bahwa kekalahannya hanya karena ia terlalu percaya diri, ceroboh dan lalai. "Klo kemaren gue ga macem2, ga mungkin gue kalah" pikir kelinci. Ditantangnya lg si kura-kura, "Hei kura-kura, sini loe... Gue ga trima loe menang kemaren, ayo kita lomba lagi, sekali ini pasti gue yang menang" .

Si kura-kura nyante aja ngejawab, "hayyuukk, siapa takut?"

   Akhirnya dimulai lomba, dan dari awal lomba kelinci melesat meninggalkan kura-kura dan terus berlari hingga ke garis finish. Beneran juga, kelinci yang menang; Sumpeh dehhhhhhhh.

*Pesan Moral :
1.      Belajarlah dari kesalahan
2.      Tidak seharusnya kura-kura besar kepala atau lupa diri
3.      Kenyataannya pada saat ini, konsisten saja tidak cukup. Dibutuhkan kecepatan. Yang cepat dan konsisten yang menang

   Kura-kura panas, dan setelah dipikir-pikir baru nyadar klo dia ga bakalan
bisa ngalahin kelinci dengan kondisi seperti itu. Ditantangnyalah kelinci
adu lari lg ke suatu tempat. "Hei kelinci, ayo kita lomba lagi. Sekarang
kita lewat jalan ini ke sana. Brani ga loe?"

   Ditantang seperti itu, kelinci langsung mau aja karna dah yakin dia yang
bakalan menang, wong kemaren aja dia bisa menang. Lomba dimulai dan dengen kencangnya kelinci berlari meninggalkan kura-kura.

"Yang penting gue jangan setop-setop, pasti gue menang." pikir kelinci.

Ndilalah, ternyata jalan di depan kelinci terhalang sungai. "Duh, gimana nih
gue nyebrangin ni sungai? Gue ga bisa brenang lagi" termenung si kelinci memikirkan nasib mencari jalan menyebrangi sungai.

   Lama termenung, akhirnya kelinci melihat kura-kura dateng dan nyebur berenang di sungai, keluar lagi berjalan pelan menuju garis finish. Terpaku kelinci melihat kemenangan si kura-kura.

*Pesan Moral :
1.      Innovative
2.      Kenali potensi diri sendiri

   Ngeliat si kelinci terpaku sedih, kura-kura pun menghampirinya dan bilang,"dah, jangan sedih, besok kita ulangin lagi, tapi kita bareng-bareng."

   Esoknya, lomba dimulai lagi, tapi sekarang kelinci nggendong kura-kura sampe tepi sungai. Kemudian gantian kura-kura menggendong kelinci menyebrangi sungai dilanjutkan kembali kelinci nggendong kura-kura sampe garis finish. Hasilnya mereka berdua lebih cepat sampai di garis finish.

*Pesan Moral :
1.      Setiap orang memiliki potensi yang berbeda
2.      Bekerja dengan kelompok lebih baik dibandingkan dengan kerja secara individu, karena dengan kerjasama maka kekurangan akan dipenuhi oleh yang lainnya


Hikmah :
1. yang cepat dan konsisten selalu mengalahkan yg alon-alon asal kelakon.
2. bekerjalah sesuai kemampuanmu .
3. kumpulkan sumber daya dan kerja sebagai tim selalu mengalahkan kelebihan pribadi
4. jangan menyerah bila gagal .
5. berlombalah dengan situasi, jangan dengan persaingan .
6. Perbedaan bukanlah suatu kendala untuk bekerja sama. meskipun ada perbedaan, namun kita tetap bisa saling bekerja sama; dan justru terkadang dengan adanya perbedaan itulah muncul suatu kebaikan / keuntungan bersama.

 TAHAPAN PEMBENTUKAN KELOMPOK

Salah satu model perkembangan kelompok yang paling banyak digunakan mengonsumsikan bahwa kelompok-kelompok berkembang melalui lima tahap perkembangan:

1) Tahap pembentukan (forming)
   Tahap ini ditandai oleh adanya ketidakpastian (dan seringkali juga kebingungan) mengenai sasaran, struktur, dan kepemimpinan kelompok.

2) Tahap konflik (Storming)
   Tahap konflik dalam perkembangan kelompok cenderung ditandai adanya konfrontasi. Biasanya merupakan tahap yang emosional, dimana muncul kompetisi antar anggota kelompok demi mendapatkan penugasan yang diharapkan dan perselisihan pendapat mengenai perilaku-perilaku terkait tugas dan tanggung jawab.

3) Tahap pembentukan norma (Norming)
   Tahap normalisasi ditandai dengan adanya kinerja kerjasama dan kekompakan. Tahap ini merupakan tahap dimana kohesivitas kelompok mulai berkembang secara signifikan.

4) Tahap Penunjukkan Kinerja (Performing)
   Pada tahap ini sering kali menjadi tahap terakhir. ialah tahap saat kelompok menunjukkan kinerjanya. Tahap pembentukan kinerja ini adalah tahap saat kelompok berfungsi sepenuhnya. Struktur kelompok telah ditetapkan, dan setiap anggota memahami dan menerima perannya masing-masing.

5) Tahap Pembubaran (Adjourning) Tahap pembubaran merupakan tahap berakhirnya aktivitas kelompok.


Dasar pembentukan kelompok

Ø  Persepsi
Pembagian kelompok diharapkan mempunyai kemampuan yang berimbang, apabila ada anggota yang mempunyai tingkat intelegensi rendah, maka anggota yang mempunyai tingkat intelegensi tinggi mampu menginduksi anggota yang lain, sehingga tidak terjadi ketimpangan yang mencolok.

Ø   Motivasi
Pembagian kekuatan yang berimbang akan memotivasi setiap anggota kelompok untuk berkompetisi secara sehat, dalam mencapai tujuan kelompok.

Ø  Tujuan
Pembentukan kelompok diantaranya adalah untuk menyelesaikan tugas-tugas kelompok atau individu dengan menggunakan metode diskusi ataupun kerjasama, seahingga di sini suatu kelompok memiliki tujuan yang sama dengan tujuan anggotanya.

Ø  Organisasi
Pengorganisasian dimaksudkan untuk mempermudah koordinasi, sehingga penyelesaian masalah kelompok menjadi lebih efektif dan efisien.

Ø  Independensi
Kebebasan merupakan hal penting dalam dinamika kelompok, yang dimaksud kebebasan disini adalah kebebasan anggota kelompok dalam menyampaikan ide dan pendapatnya. Kebebasan disesuaikan dengan aturan yang berlaku dalam kelompok, sehingga tidak mengganggu proses kelompok.

Ø   Interaksi
Interaksi/hubungan timbal balik antar anggota kelompok merupakan syarat yang penting dalam kelompok, karena dengan adanya interaksi/hubungan timbal balik akan ada proses memberi dan menerima ilmu pengetahuan dari satu anggota ke anggota yang lain, sehingga transfer ilmu dapat berjalan (kebutuhan akan informasi terpenuhi).
Dalam kehidupan biasanya ketika berhadapan dengan kesalahan justru seseorang menjadi merasa beban, dan seseorang justru malah memilih jalan lain dan tidak mau lagi berjuang dengan hal itu.


KEKUATAN TEAM WORK

Apabila kelompok melaksanakan tugas operasional, mereka bertindak sebagai sebuah tim dan berusaha mengembangkan suasana kerja sama yang disebut tim kerja. Bila diperlukan membedakan kedua jenis tim, maka tim perusahaan yang bersifat menyeluruh disebut tim lembaga, dan yang lebih kecil disebut tim tugas atau tim operasional. Tim operasional adalah kelompok kecil kooperatif yang berhubungan secara regular yang melakukan tindakan terkoordinasi dan anggotanya melakukan tugas dengan bertanggung jawab dan antusias. Jenis tim kerja yang tulus seperti ini memudahkan pekerjaan dan umumnya meningkatkan kepuasan kerja.

Unsur-unsur Tim yang Efektif :
• Lingkungan yang sportif Kerja tim paling besar kemungkinannya berkembang apabila pimpinan menciptakan lingkungan yang sportif baginya. Tindakan suportif membantu kelompok mengambil langkah pertama yang diperlukan untuk membina kerja tim.

• Kejelasan peran Kelompok hanya dapat bekerja sama sebagai satu tim apabila semua anggotanya memenuhi peran sesama anggota yang lain dengan siapa mereka akan berinteraksi.

• Tujuan tinggi anggung jawab utama para manager adalah berusaha menjaga anggota tim agar tetap berorientasi pada tugas mereka secara menyeluruh. Akan tetapi, adakalanya kebijaksanaan organisasi, keperluan pencatatan, dan sistem imbalan memilah upaya individu dan tidak mendorong kerja tim.

• Kepemimpinan yang sesuai Sebagian tim tugas menunjukkan kurva prestasi serupa dengan daur hidup produk-awal tentatif, tahap pertengahan yang produktif, dan berangsur-angsur menurun setelah beberapa tahun. Para anggota memerlukan waktu untuk saling mengenal, tetapi kemudian mereka mungkin menutup diri terhadap cara baru mengkaji masalah saat semakin terisolasi pada lingkungan mereka. untuk mencegah stagnasi ini, mereka mungkin memerlukan anggota baru dan penyesuaian kepemimpinan secara seksama dengan lingkungan yang sekarang. Manfaat dan Fungsi Tim Kerja Richard Y. Chang & Mark J. Curtin (1998) menyatakan manfaat tim bagi individu dan tim bagi organisasi, yaitu:
a). Manfaat tim bagi individu
1. Pekerjaan lebih bervariasi
2. Lebih banyak kebebasan untuk membuat dan menindaklanjuti keputusan yang benar
3. Meningkatkan kesempatan untuk mempelajari keahlian baru

b). Manfaat tim bagi organisasi
1. Meningkatkan komitmen terhadap keputusan yang diambil
2. Meningkatkan produktivitas tim kerja
3. Lebih fleksibel dalam operasional kerja
4. Meningkatkan rasa tanggung jawab

Selasa, 03 Mei 2016

LEADERSHIP









Leadership Summary : TRAITS, BEHAVIORS, AND RELATIONSHIPS & CONTINGENCY APPROACHES TO LEADERSHIP
  1. CHAPTER 2 TRAITS, BEHAVIORS, AND RELATIONSHIPS KNOW YOUR STRENGTS
Mitos bahwa seorang leader harus memiliki banyak kemampuan atau biasa disebut “all things to all people” merupakan hal yang keliru. Hal-hal ini dapat menyebabkan stress dan frustasi berat pada seorang leader dan pengikutnya, selanjutnya pemikiran ini dapat mengakibatkan rusaknya organisasi. Interdependece adalah kunci untuk kepemimpinan yang efektif. Seorang pemimipin harus bisa menyadari dan mengumpulkan kekuatanya untuk mempercayai dan berkerjasama dengan orang lain. Hal ini juga menjadi kunci untuk saling melengkapi dalam sebuah tim. Menjadi seorang pemimpin membutuhkan keunikan dalam dirinya untuk mengetahui kekuatan unik dan kapabilitas dan mempelajari bagaimana membuat itu semua. Hanya pada saat seorang pemimpin menyadari kekuatannya sajalah, dia dapat menggunakan kemampuan-kemampuannya secara efektif untuk memberikan kontribusi yang besar. THE TRAIT APPROACH Traits adalah membedakan karakter personal dari seorang pemimpin, seperti intelijensi, kejujuran, kepercayaan diri, dan penampilan. The Great Man Approach adalah perspektif dari kepemimpinan yang mencari untuk mengidentifikasi kebiasaan seorang pemimpin yang berbeda dengan orang biasa yang bukan pemimpin. Beberapa karakter tipikal yang dimana seorang pemimpin harus miliki yaitu optimism and self-confindece, honesty and integrity, and drive. Karakter-karakter tersebut merupakan karakter yang diperlukan oleh seorang pemimpin untuk menjadi seorang pemimpin yang efektif.
  1. Personal Characteristics of Leaders
1. Optimism and Self-Confidence Merupakan penampilan positif sebagai salah satu kunci untuk pemimpin yang efektif. Optimism merupakan tendensi untuk melihat sisi positif dari suatu hal dan memperkirakan bahwa hal tersebut akan berakhir baik. Self-Confidence merupakan keyakinan pada keputusan, pengambilan keputusan, ide, dan kapabilitas.
2. Honesty and Integrity Sifat positif yang dipunyai oleh seorang yang memegang teguh etik. Honesty mengacu pada kebenaran dan menentang penipuan. Integrity adalah kualitas dari keseluruhan sifat, integritas, dan bertindak sesuai dengan prinsip moral yang ada.
3. Drive Adalah sifat lain yang dipertimbangkan seharusnya ada untuk pemimpin yang efektif. Drive merupakan motivasi tinggi yang dibuat dengan kerja keras besar oleh pemimpin. Personal Characteristics Energy Passion Physical Stamina Intelligence and Ability Intelligence, cognitive ability Knowledge Judgement, decisiveness Personality Optimism Self-confindence Honesty and Integrity Enthusiasm Charisma Desire to lead Independence Social Characteristics Sociability,interpersonal skills Cooperativeness Ability to enlist cooperation Tact, diplomacy Work-Related Characteristic Drive, desire to excel Responsibility in pursuit of goals Persistence against obstacles, tenacy Social Background Education Mobility
  1. BEHAVIOUR APPROACHES
Autocratic versus Democratic Leadership Autocratic adalah gaya kepemimpinan yang menggunakan kekuatan jabatan dan kekuatan pribadi secara otoriter, melakukan sendiri semua perencanaan tujuan dan pembuatan keputusan dan memotivasi bawahan dengan cara paksaan,sanjungan,kesalahan dan penghargaan untuk mencapai tujuan yang telah di tetapkan. Democratic adalah seorang pemimpin yang mendelegasikan wewenang kepada orang lain, mendorong partisipasi, bergantung pada pengetahuan bawahan untuk menyelesaikan tugas-tugas, dan bergantung pada penghormatan dari bawahaannya untuk mencapai tujuan bersama. Ø Ohio State Studies Analisis penilaian mengakibatkan dua kategori luas dari perilaku pemimpin, yaitu consideration dan Initiating structure. Consideration menjelaskan pemimpin peduli tentang bawahan, menghormati ide dan perasaan mereka, dan mengembangkan rasa saling percaya. Initiating structure menjelaskan pemimpin berorientasi pada tugas dan mengarahkan aktivitas kerja para bawahannya terhadap pencapaian tujuan. Ø University of Michigan Studies Penelitian Michigan menetapkan dua tipe dari perilaku kepemimpinan,setiap tipe terdiri dari dua dimensi yaitu :
1. Employee-centered adalah perilaku pemimpin yang menunjukan fokus pada kebutuhan manusia.
2. Job-centered adalah perilaku pemimpin yang berfokus pada aktivitas yang efisien, pengurangan biaya, dan penjadwalan untuk mencapai tujuan dan fasilitasi kerja. Ø The Leadership Grid The Leadership Grid adalah dua dimensi model kepemimpinan yang melihat keutamaan gaya kepemimpinan berdasarkan pengukuran atas fokus terhadap orang dan produksi. The leadership gird figure menggambarkan dua dimensi model dan lima dari tujuh gaya kepemimpinan utama. 1. Country Club Management = bijaksana memperhatikan kebutuhan orang-orang untuk hubungan yang memuaskan mengarah ke sebuah kenyamanan, suasana organisasi yang ramah dan tempo kerja.
  1. Team Management
Prestasi kerja adalah dari orang-orang berkomitmen: saling ketergantungan melalui “saham umum” dalam tujuan organisasi mengarah pada hubungan kepercayaan dan rasa hormat.
3. Middle-of-the-Road Management = kinerja organisasi yang memadai dimungkinkan melalui menyeimbangkan kebutuhan untuk mendapatkan pekerjaan dengan mempertahankan semangat orang-orang di tingkat yang memuaskan.
4. Impoverished Management = pengusahaan usaha minimal untuk mendapatkan pekerjaan yang dibutuhkan dilakukan adalah sesuai untuk mempertahankan keanggotaan organisasi.
5. Authority-Compliance Management = efisiensi dalam hasil operasi dari mengatur kondisi kerja sedemikian rupa sehingga unsur-unsur manusia yang mengganggu pada tingkat minimum. Ø Theories of a “High-High” leader Kualitas kepemimpinan yang diinginkan adalah seorang pemimpin dapat memenuhi kedua kebutuhan secara bersamaan. Themes of leader behavior research People Oriented Task Oriented Ohio State University Consideration Initiating Structure University of Michigan Employee-Centered Job-Centered University of Texas Concern for People Concern for Production ENTREPRENEURIAL LEADERSHIP Topik lainnya yang hangat menjadi perbincangan di dunia yang bergerak sangat cepat ini adalah Entrepreneurial Leadership. Entrepreneurship adalah proses dari inisiasi sebuah bisnis baru, mengorganisir sumber daya yang penting, dan memperkirakan risiko – risiko dan penghargaan terkait. Entrepreneurs merupakan pemimpin yang inovatif dan berubah untuk kemajuan. Mereka menyadari sebuah ide untuk bisnis ataupun produk ataupun jasa dan membawanya untuk mencari sumber daya yang tepat untuk mengembangkan bisnisnya.
  1. Entrepreneurship Leader
Merupakan orang yang penuh inovasi dan selalu ingin berubah menuju hal yang lebih baik. Maka dari itu sering kali tipe pemimpin ini berani untuk mengambil risiko agar tujuan-tujuannya untuk organisasi tercapai. MATCHING LEADERS WITH ROLES Three Types of Leadership Roles Penjelasan:
1. Operational Role adalah peran yang paling dekat dengan peran tradisional. Orientasi vertikal dari peran manajemen, dimana para eksekutif mempunyai kontrol langsung terhadap orang lain dan sumber daya yang ada. Pemimpin operasional mengisi garis tradisional dan posisi manajemen secara umum pada bisnis.
2. Collaborative Role adalah peran kepemimpinan horizontal (seperti ketua tim) dimana pemimpin sering bekerja dibalik layar dan menggunakan kekuatan pribadi untuk mempengaruhi orang lain dan mendapatkan hal yang diinginkan terselesaikan dengan baik. Tipe pemimpin ini senang bekerja sama dengan tim untuk bersinergi dan bersama-sama mencapai tujuan organisasi.
3. Advisory Role adalah kepemimpinan dimana menyediakan nasihat-nasihat, pedoman, dan dukungan untuk orang alin dan departemen pada organisasi. Pemimpin memberikan nasihat- Vertical Management Position Horizontal Responsibilities Providing guidance and support Operational Roles Collaborative Roles Advisory Roles
  1. Nasihat
nasihat yang kiranya dibutuhkan oleh organisasi atau untuk setiap masalah-masalah yang timbul. Studi terkini mengatakan bahwa karakter dan sifat yang berbeda adalah baik dan cocok untuk tipe berbeda dari peran-peran pemimpin diatas, dan seorang pemimpin bisa lebih efektif ketika mereka menempati posisi yang tepat sesuai dengan tendensi natural mereka.
  1. CHAPTER 3 CONTINGENCY APPROACHES TO LEADERSHIP THE CONTINGENCY APPROACH
Contingency berarti tergantung. Maksudnya adalah setiap hal yang terjadi itu saling bergantung satu sama lain. Bagi seorang pemimpin untuk menjadi efektif harus mengetahui cara menempatkan perilaku dan gaya sesuai dengansituasi. Penelitian menunjukan bahwa variabel situasi seperti tugas, struktur, konteks, dsn lingkungan adalah penting bagi gaya kepemimpinan. Sifat followers juga telah diidentifikasi sebagai kunci contingency.Dengan demikian kebutuhan, kematangan, dan kekompakan followers membuat perbedaan yang signifikan terhadap gaya kepemimpinan yang baik. Pendekatan contingency ini berusaha untuk menggambarkan karakteristik situasi dan followers dan untuk memeriksa gaya kepemimpinan yang dapat digunakan secara efektif dengan asumsi bahwa seorang pemimpin yang benar dapat mendiagnosa situasi dan mencari cara yang fleksibel untuk berperilaku yang sesuai dengan gaya kepemimpinan untuk hasil yang terbaik. Leader Leadership Traits/ behaviors Outcames (performance,satisfaction,etc) Universalistic Approach Contingency Approach Followers Style Traits Behavior Position Task Structure Systems Environment Needs Maturity Training Cohesion Outcames (performance,satisfaction,etc) Leader Situation
  1. FIEDLER’S CONTINGENCY MODEL
Sebuah usaha ekstensif untuk menghubungkan gaya kepemimpinan dengan situasi organisasi telah dilakukan oleh Fiedler dan rekan kerjanya. Ide dasar dari model in sederhana, cocokkan gaya kepemimpinan dengan situasi yang paling sesuai untuk berhasil. Model ini dirancang untuk mendiagnosa gaya kepemimpinan dan situasi organisasi. ü Leadership Style Gaya kepemimpinan diukur dengan sebuah kuisioner yang dikenal sebagai Least Preferred Coworker (LPC) scale. Jika pemimpin menggambarkan rekan kerja yang paling tidak disukai menggunakan konsep positif, maka ia dianggap beroriantasi dalam hubungan yaitu seorang pemimpin yang peduli dan peka terhadap perasaan orang lain. Sebaliknya jika seorang pemimpin menggunakan kosep yang negatif untuk menggambarkan rekan kerja yang paling tidak disukainya, ia dianggap berorientasi tugas, yaitu seorang pemimpin yang melihat oranglain dalam hal yang negatif dan menempatkan nilai yang lebih besar pada kegiatan tugas dari pada orang. ü Situation Model ini menyajikan situasi kepemimpinan ke dalam tiga elemen kunci yang dapat menguntungkan dan tidak menguntungkan untuk seorang pemimpin, yaitu:
1) Leader-member relations mengacu pada atmosfer kelompok dan tingkah laku anggota dan penerimaan atas pemimpin. Ketika bawahan mempercayai, menghormati, dan percaya diri dengan pemimpinnya, berarti hubungan antara pemimpin dan anggotanya bagus, juga berlaku sebaliknya.
2) Task structure mengacu pada perluasan yang mana tugas yang dilaksanakan oleh kelompok didefinisikan, termasuk didalamnya prosedur spesifik, dan mempunyai tujuan yang jelas dan eksplisit. Pekerjaan yang rutin dan terdefinisi dengan jelas mempunyai sebuah tingkatan yang tinggi dari struktur, juga berlaku sebaliknya.
3) Position power adalah perluasan yang mana pemimpin mempunyai otoritas formal melalui bawahan. Kekuatan jabatan tinggi ketika pemimpin mempunyai kekuatan untuk merencanakan dan mengarahkan pekerjaan bawahan, mengevaluasinya, dan memberikan hadiah atau hukuman kepadanya, juga berlaku sebaliknya. Contingency Theory Sebagai seorang pemimpin, anda dapat secara efektif menggunakan gaya berorientasi tugas ketika situasi organisasi sedang tidak menguntungkan atau sedang menguntungkan anda sebagai pemimpin. Dan dapat menggunakan gaya berorientasi hubungan dalam situasi menguntungkan karena keterampilan hubungan manusia dapat menciptakan suasana yang positif. HERSEY AND BLANCHARD’S SITUATIONAL THEORY Pendekatan ini berfokus pada sifat-sifat para pengikut sebagai elemen yang paling penting dari situasi, dan dengan konsekuensi menentukan perilaku pemimpin yang efektif. Point dari teori Hersey dan Blanchard adalah bahwa anak buah itu bervariasi dalam tingkat kesiapan. Orang yang lemah dalam kesiapan tugas dikarenaan oleh sedikitnya kemampuan atau latihan, atau ketidakamanan, membutuhkan gaya kepemimpinan yang berbeda daripada mereka yang memiliki kesiapan tinggi dan memiliki kemampuan yang baik, keahlian, percaya diri, dan kemauan untuk bekerja. Leader Style Sesuai dengan teori situasi, seorang pemimpin bisa mengadopsi satu dari empat gaya kepemimpinan, didasarkan pada kombinasi dari tingkah laku hubungan (kepedulian pada orang) dan tugas (kepedulian pada produksi). Ada empat gaya kepemimpinan yaitu: 1. Telling style, mencerminkan kepedulian tinggi terhadap tugas dan kepedulian rendah terhadap orang dan hubungan, hal ini merupakan gaya direktif. Pemimpin memberikan arah eksplisit tentang bagaimana tugas harus dicapai. 2. Selling style, didasarkan pada kepedulian tinggi terhadap hubungan dan tugas. Dengan pendekatan ini, pemimpin menjelaskan keputusan dan memberikan pengikut sebuah kesemparan untuk bertanya dan mendapatkan kejelasan tentang tugas. 3. Participating style, ditandai oleh perilaku hubungan yang tinggi dan tugas yang rendah. Pemimpin berbagi ide dengan pengikutnya, mendorong partisipas, dan memfasilitasi pengambilan keputusan. 4. Delegating style, mencerminkan kepedulian rendah terhadap tugas dan hubungan. Pemimpin memberikan sedikit arahan atau dukungan karena tanggungjawab untuk keputusan dan implementasi mereka diserahkan kepada pengikut.
  1. Follower
Readiness Esensi dari teori situasi Hersey dan Blanchardditujukan untuk pemimpin untuk mendiagnosa kesiapan seorang pengikut dan memilih gaya yang sesuaiuntuk tingkat kesiapan, seperti tingkat pendidikan si pengikut dan keahliannya, pengalaman, kepercayaan diri dan sikap dalam bekerja. · Low readiness level Ketika satu atau lebih pengikut menunjukan sikap yang sangat rendah pada kesiapan, pemimpin arus sangat spesifik, “memberitau” penikut tentang apa yang arus dilakukan, bagaimana melakukannya, dan kapan. Sebagai contoh, Phil Hagans pemilik dua franchise McDonald memberikan pekerjaan dengan mendahulukan yang muda. Dia menggunakan telling style berkaitan dengan segala sesuatu dari bagaimana cara yang benar untuk membersikan panggangan, memberikan pekerja muda arah yang kuat untuk mengembangkan keahlian mereka dan kepercayaan diri mereka. · Moderate readiness level. Kepemimpinan dengan selling style dibutuhkan ketika pengikutnya kurang dalam pendidikan dan pengalaman dalam bekerja tetapi menunjukan kepercayaan, kemampuan, ketertarikan, dan keinginan untuk belajar. Dengan seling style, pemimpin memberikan beberaa arahan tetapi juga mencari masukan dan menjelaskan tugas yang harus dilakukan. Sheryl Sandberg menggunakan selling style dalam pekerjaan barunya sebagai ketua operator di Facebook. Banyak karyawan Facebook yang baru lulus kuliah dengan pengalaman yang sedikit, tetapi mereka enerjik, antusias, dan berkomitmen. Gaya Sandberg menggabungkan kepemimpinan yang tegas dengan persuasi dan membangun consensus. Dia menggunakan logika dan data untuk menjelaskan keputusannya, tetapi dia juga melihat masukan dan feedback dari karyawan. Dia menggambarkan dirinya sebagai pemimpin yang bisa menjadi mentor dan diperlukan pada waktu yang sama. · High readiness level Gaya yang berpartisipasi dapat efektif ketika pengikut mempunyai pendidikan, keahlian dan pengalaman, tetapi mereka mungkin kurang percaya dengan kemampuan mereka dan membutuhkan beberapa araan dari pemimpin. Pemimpin bisa membimbing perkembangan pengikutnya dan menjadi narasumber untuk nasihat dan bantuan. Contoh dari gaya yang berpartisipasi adalah Eric Brevig, seorang supervisor efek visual di Industrial Light and Mangic, yang memaksimalkan kreativitas artis dan animator dengan mendorong partisipasinya. Brevig lebih suka memberikan tantangan dan bekerja dengan mereka dengan cara terbaik, daripada memberitahu mereka bagaimana cara melakukan pekerjaan. · Very high readiness level Gaya delegasi dari kepemimpinan bisa efektif ketika pengikut mempunyai tingkat pendidikan, pengalaman, dan kesiapan yang sangat tinggi untuk bertanggungjawab pada tugas mereka. Pemimpin memberikan tujuan umum dan kewenangan yang cukup kepada pengikutnya untuk melakukan sebuah pekerjaan. Pendidikan professional yang tinggi seperti pengacara, professor, dan pekerja social adalah contoh tipe dalam kategori ini. Beberapa pengikut di hampir setiap organisasi yang memiliki kesiapan yang tinggi. Contohnya, banyak restoran cepat saji yang sukses mempekerjakan pensiunan untuk kerja paru waktu. Karyawan yang lebih tua tersebut sering memiliki tingkat kesiapan tinggi karena pengalaman mereka dan perilaku yang positif, dan pemimpin bisa dengan efektif menggunakan gaya delegasi.
Kesimpulannya, telling style sangat cocok untuk pengikut yang kesiapannya sangat rendah dalam bertanggungjawab untuk tugasnya, selling and participating style bisa efektif untuk mengikut yang tingkat kesiapannya sedang, delegating style sesuai untuk pengikut yang kesiapannya tinggi. Saat ini, pada tempat kerja multigenerasi, dengan orang yang berbeda umur dan berbeda tingkat kesiapan, banyak pemimpin menemukan kalau mereka harus menggunakan beberapa gaya. Model kontingensi Hersey dan Blanchard lebih mudah dipahami daripada model Fiedler karena hanya berfokus pada sifat pengikutnya, bukan pada situasi yang lebih besar. Pemimpin seharusnya mengevaluasi anak bua dan mengadpsi gaya manapun yang dibutuhkan. Gaya pemimpin bisa disesuaikan untuk individual anak bua yang mirip teori pertukaran pemimpin yang dijelaskan di chapter 2. Jika satu pengikut berada di tingkat kesiapan rendah, pemimpin harus spesifk memberitahu apa yang harus dilakukan, bagaimana melakukannya, dan kapan. Untuk pemngikut dengan kesiapan tinggi, pemimpin memberikan goal umum dan kewenangan yang cukup untuk melakukan tugas yang cocok untuk pengikutnya. Pemimpin harus berhati-hati mendiagnosa tingkat kesiapan pengikutnya dan kemudian memilih gaya tell, sell, participate, atau delegate. PATH-GOAL THEORY Pendekatan lain dalam kepemimpinan disebut teori jalan tujuan. Berkaitan dengan teori jalan tujuan, kewajiban pemimpin adalan meningkatkan motivasi pengikut untuk mencapai tujuan pribadi dan organisasi, dengan cara: 1. Mengklarifikasi jalan pengikut untuk penghargaan yang tersedia 2. Meningkatkan penghargaan yang pengikut inginkan Mengklarifikasi path berarti pemimpin bekerja dengan anak buah untuk membantu mereka mengidentifikasi dan belajar kebiasaan yang akan membawa ke suksesan penyelesaian kerja dan penghargaan organisasi. Meningkatkan pengargaan berarti pemimpin berbicara dengan anak buah untuk belajar penghargaan mana yang penting untuk mereka dan yang mereka inginkan untuk menaikan jabatan. Pekerjaan pemimpin adalah meningkatkan hasil pribadi untuk anak buah dalam mencapai tujuan dan membuat jalan menuju hasil yang mudah dan jelas. Model ini disebut teori kontingensi karena terdiri dari 3 set kontingensi gaya pemimpin, pengikut dan situasi, dan untuk kebutuhan pengikut. Sedangkan teori Fiedler membuat asumsi bahwa pemimpin baru bisa mengambil alih perubahan situasi, di dalam teori jalan tujuan, pemimpin merubah kebiasaan mereka untuk menyesuaikan dengan situasi. Leader Behavior Teori jalan tujuan menyarankan empat kali lipa klasifikasi kebiasaan pemimpin. Klasifikasi ini adalah tipe kebiasaan pemimpin yang dapat diadopsi dan meliputi dukungan, arahan, orientasi pencapaian, dan gaya partisipasi. Supportive leadership, menunjukkan kepedulian pada kesejateraan dan kebutuhan personal bawahan. Perilaku kepemimpinan yaitu terbuka, ramah, dan bisa didekati, dan pemimpin menciptakan iklim tim dan memperlakukan bawahan dengan sama. Kepemimpinan yang mendukung adalah sama dengan pertimbangan atau kepimpimnian people-oriented yang suda dijelaskan sebelumnya. Directive leadersip menjelaskan bawaan tentang apa yang arus mereka lakukan. Perilaku pemimpin termasuk perencanaan, membuat jadwal, mengatur hasil tujun dan standar perilaku, dan ketaatan pada peraturan. Perilaku directive leadership adala sama dengan struktur awal atau kepemimpinan task-oriented yang suda dijelaskan sebelumnya. Participative leadership berunding dengan bawahan tentang suatu keputusan. Perilaku pemimpin termasuk menanyakan pendapat dan saran, mendorong partisipasi dalam membuat keputusan, dan bertemu bawahan di tempat kerja mereka. Pemimpin partisipasi mendorong kelompok diskusi dan menuliskan saran, sama dengan selling atau participating style dalam model Hersey dan Blancard. Achievement-oriented leadership mengatur tujuan yang jelas dan menantang untuk bawahan. Perilaku pemimpin menekankan pada performance yang berkualitas tinggi dan improvisasi untuk performance tersebut. Untuk ilustrasi achievement-oriented leadership yaitu pelatihan militer di Reserve Officers’ Training Corps (ROTC). Pelatihan ini jauh melampaui bagaimana perintah peleton. Ini meliputi konsep motivasi, tanggungjawab, dan membentuk sebuah kelompok yang berguna untuk pengambilan keputusan. Pada dasarnya, pelatihan ini memungkinkan petugas untuk merespon situasi apapun. Maka dari itu achievement-oriented leadership mendemostrasikan:
suatu set tujuan yang menantang, membutuhkan improvisasi, dan kepercayaan diri terhadap kemampuan bawahan. Empat tipe perilaku pemimpin tidak didasari sifat pribadi yang tertanam sebagaimana dijelaskan dalam teori sifat; sebaliknya, mereka mencerminkan jenis perilaku yang setiap pemimpin mampu mengadopsinya, tergantung situasi. Situational Contingencies Ada dua hal penting kontingensi situasi di teori jalan tujuan, yaitu: 1. Karakter personal suatu anggota kelompok 2. Lingkungan kerja Karakter personal dari bawahan ini sama dengan tingkat kesiapan Hersey dan Blanchard yang meliputi factor seperti kemampuan atau kealian, pemimpin membutuhkan latihan tambahan untuk improvisasi performance. Jika bawahan egois, pemimpin dapat menggunakan hadiah uang untuk memotivasi mereka. Bawahan yang menginnginkan arahan yang jelas dan kewenangan membutuhkan pemimpin yang menginstrusikan mereka apa yang harus dilakukan. Pekerja yang cerdas dan professional, bagaimanpun, akan menginginkan kebebasan yang lebih dan melakukan yang terbaik di bawah gaya partisipasi pemimpin.
Lingkungan kerja kontingensi meliputi tingkatan dari struktur tugas, sifat dari system kewenangan formal, dan bekerja dengan kelompok itu sendiri. Struktur tugas ini sama dengan konsep yang dijelaskan teori kontingensi Fiedler; ini meliputi sejauh mana tugas-tugas yang ditetapkan dan memiliki deskripsi dan prosedur kerja yang jelas. System kewenangan yang formal meliputi jumlah daya yang sah digunakan oleh para pemimpin dan sejauh mana kebijakan dan aturan membatasi perilaku karyawan. Karakter kerja kelompok terdiri dari tingkat pendidikan dari bawahan and kualitas hubungan di antara mereka. Use of Rewards Ingat bahwa tanggung jawab pemimpin adalah untuk memperjelas jalan untuk hadiah bagi para pengikut atau untuk meningkatkan jumlah hadiah untuk meningkatkan kepuasan dan kinerja. Pada beberapa situasi, pemimpin bekerja dengan bawahan untuk membantu mereka memperoleh keahlian dan percaya diri untuk melakukan tugas dan mencapai penghargaan dalam memenui kebutuhan bawahan. Ada empat contoh bagaimana perilaku kepemimpinan disesuaikan dengan situasi. Pada situasi pertama, bawahan kurang percaya diri; maka dari itu gaya kepemimpinan yang supportive memberikan dukungan social dengan mendorong bawahan untuk melakukan pekerjaan dan menerima penghargaan. Pada situasi yang kedua, pekerjaan ini ambigu, dan karyawan tidak bekerja secara efektif. Perilaku kepemimpinan yang directive berguna untuk memberikan instruksi tugas sehingga pengikut akan mengetahui bagaimana menyelesaikan tugas dan mendapat penghargaan. Pada situasi yang ketiga, bawahan tidak tertantang oleh tugas; maka dari itu perilaku achievement-oriented berguna untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi. Ini mengklarifikasi jalan untuk member penghargaan bagi karyawan. Pada situasi yang keempat, penghargaan yang tidak benar diberikan kepada bawahan, dan gaya kepemimpinan partisipasi dibutukan untuk merubah ini. Dengan mendiskusikan kebutuhan bawahan, pemimpin bisa mengidentifikasi penghargaan yang sesuai untuk menyelesaikan tugas. Pada semua empat kasus tersebut, hasil dari mencocokan perilaku kepemimpinan dengan situasi menghasilkan karyawan yang lebih baik dengan mengklarifikasi bagaiman bawahan bisa menerima penghargaan atau mengganti penghargaan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Teori jalan tujuan bisa saja menjadi rumit, namun banyak peneliti yang mendukungnya. Dengan menggunakan model untuk menentukan hubungan dan membuat prediksi yang tepat
tentang hasil karyawan mungkin sulit, tetapi empat tipe perilaku pemimpin dan ide untuk mencocokannya dengan kontingensi teori bisa membantu pemimpin untuk memotivasi bawahan. THE VROOM-JAGO CONTINGENCY MODEL Model ini memiliki beberapa prinsip dasar yang sama dengan model sebelumnya, tetapi juga memiliki perbedaan yang signifikan pada beberapa hal. Model ini berfokus pada pembedaan tingkatan partisipasi kepemimpinan, dan bagaimana setiap level partisipasi mempengaruhi kualitas dan akuntanbilitas dari keputusan yang dibuat. Model ini dimulai dengan masalah yang dihadapi oleh seorang pemimpin yang memerlukan sebuah solusi. Keputusan untuk menyelesaikan masalah dapat dibuat oleh sendiri oleh pemimpin atau melalui keterlibatan beberapa orang. Model ini memberitahu pemimpin jumlah partisipasi bawahan yang tepat untuk digunakan dalam membuat sebuah keputusan. Model ini memiliki tiga komponen utama yaitu sebagai berikut :
1. Leader Participation Styles Model ini terdiri dari lima level partisipasi bawahan dalam pembuatan keputusan, tersusun mulai dari otokrasi yang tinggi (pemimpin memutuskan sendiri) hingga demokratis yang tinggi (pemimpin mendelegasikan kepada kelompok). Decide Pemimpin membuat keputusan sendiri Consult Individually Menunjukkan masalah kepada bawahan secara individual untuk memperoleh saran mereka dan kemudian membuat keputusan Consult Group Menunjukkan masalah kepada bawahan sebagai sebuah kelompok, mengumpulkan ide dan saran mereka, kemudian membuat keputusan Facilitate Membagi masalah dengan bawahan sebagai sebuah kelompok dan bertindak sebagai fasilitator untuk membantu kelompok sampai pada suatu keputusan Delegate Mendelegasikan masalah dan mengizinkan kelompok untuk membuat keputusan dalam batasan tertentu Pemimpin harus memilih salah satu dari lima level tersebut, dan pilihan tersebut tergantung pada situasi yang dihadapi oleh pemimpin. 2. Diagnostic Questions Tingkatan yang sesuai dari partisipasi pembuatan keputusan tergantung pada sejumlah faktor situasional. Pemimpin dapat menganalisa tingkatan partisipasi yang sesuai dengan menjawab tujuh pertanyaan diagnose berikut :
1. Decision significance Seberapa signifikan keputusan ini untuk proyek atau organisasi? Jika keputusan ini sangat penting dan membutuhkan kualitas keputusan yang tinggi, pemimpin harus aktif terlibat didalamnya
2. Importance of commitment Seberapa penting komitmen bawahan terhadap keputusan yang dibuat? Jika pengimplementasian memerlukan tingkatan komitmen yang tinggi terhadap keputusan, pemimpin harus melibatkan bawahan dalam proses pembuatan keputusan
3. Leader expertise Bagaimana tingkat pengalaman dari pemimpin dalam hibungannya dengan masalah? Jika pemimpin tidak mempunyai banyak informasi, pengetahuan, atau pengalaman, pemimpin harus melibatkan bawahan untuk mendapatkannya
4. Likelihood of commitment Jika pemimpin hendak membuat keputusan sendiri, apakah bawahan akan mempunyai komitmen yang tinggi atau rendah terhadap keputusan tersebut? Jika bawahan biasanya bersikap mengikuti apapun yang diputuskan pemimpin, keterlibatan mereka dalam proses pembuatan keputusan akan menjadi kurang penting
5. Group support for goals Bagaimana tingkatan dari dukungan bawahan untuk tujuan organisasi dalam keputusan? Jika bawahan mempunyai dukungan yang rendah terhadap tujuan organisasi, pemimpin tidak boleh mengizinkan kelompok untuk membuat keputusan sendiri
6. Goal expertise Bagaimana tingkatan pengetahuan dan pengalaman anggota kelompok dalam hubungannya dengan masalah? Jika bawahan mempunyai tingkatan pengalaman yang tinggi dalam hubungannya dengan masalah, tanggung jawab yang lebih besar dapat didelegasikan kepada mereka
7. Team competence Bagaimana keterampilan dan pekerjaan anggota kelompok untuk bekerja bersama sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan masalah? Ketika bawahan mempunyai keterampilan dan keinginan yang tinggi untuk bekerja sama menyelesaikan masalah, tanggung jawab yang lebih besar dapat didelegasikan kepada mereka Dengan mempertimbangkan tujuh faktor situasional diatas maka dapat dengan cepat menentukan pilihan tingkatan partisipasi kelompok yang tepat dalam pembuatan keputusan.
8. Selecting a Decision Styles Pengembangan lebih lanjut dari model ini adalah dengan menambahkan pertimbangan hambatan waktu dan pertimbangan untuk pengembangan pengikut sebagai kriteria eksplisit untuk menentukan tingkatan partisipasi. Hal ini mengarahkan pengembangan atas dua matriks keputusan, yaitu : s Time-based model Digunakan jika waktu pembuatan keputusan kritis (sedikit). s Development-based model. Digunakan jika waktu dan efesiensi bukan kriteria yang penting dibandingkan dengan kesempatan untuk mengembangkan pemikiran dan keterampilan pembuatan keputusan dari para pengikut. Perlu diperhatikan bahwa timesaving-driven model membawa pemimpin kepada gaya kepemimpinan yang pertama yang melindungi kualitas keputusan dan dukungan pengikut, sedangkan employee development-driven model membawa pertimbangan- pertimbangan lain kedalam perhitungan. Substitutes for Leadership Contingency approach yang terakhir menganjurkan bahwa variabel-variabel situasional dapat menjadi sangat kuat yang mereka sebenarnya menggantikan atau menetralkan kebutuhan atas pemimpin. Pendekatan ini menguraikan pengaturan organisasi yang didalamnya gaya kepemimpinan task-oriented dan people-oriented tidak penting atau tidak dibutuhkan. Seorang pengganti kepemimpinan membuat gaya kepemimpinan tidak dibutuhkan. Sebagai contoh, seorang bawahan yang professional yang mengetahui bagaimana untuk melakukan tugasnya, tidak membutuhkan seorang pemimpin untuk memberikan instruksi. Seorang penetral meniadakan gaya kepemimpinan dan mencegah pemimpin dari menampilkan tindakan tertentu. Sebagai contoh, jika seorang pemimpin secara fisik dihilangkan dari bawahan, kemampuan pemimpin untuk memberikan arahan untuk bawahan dapat banyak dikurangi. Kemampuan untuk menggunakan pengganti untuk mengisi kesenjangan kepemimpinan seringkali menguntungkan bagi organisasi. Tentu saja, asumsi fundamental atas peneliti substitutes-for-leadership adalah bahwa keefektifan kepemimpinan adalah kemampuan untuk mengakui dan menyediakan dukungan dan arahan yang belum disediakan oleh tugas, kelompok dan organisasi.